News  

Fenomena Perubahan Trend Belanja Masyarakat Yang Lebih Cenderung Memanfaatkan Layanan Pembayaran Elektronik

TRIASMEDIA – Akhir-akhir ini berhembus berita bahwa ribuan kantor cabang bank di Indonesia dengan terpaksa harus ditutup karena mengalami penurunan jumlah pelayanan nasabah.

Bahkan bukan itu saja, sejumlah anjungan tunai mandiri (ATM) pun harus digudangkan karena trend pemanfaatannya tidak semasiv beberapa tahun ke belakang.

Fenomena tersebut dilatari dengan perubahan trend belanja masyarakat yang lebih cenderung memanfaatkan layanan pembayaran elektronik. Masyarakat sudah mulai terbiasa memanfaatkan fasilitas pembayaran elektronik untuk proses transaksi ekonomi yang mereka lakukan.

Pada beberapa tahun belakangan ini, ranah transaksi ekonomi sudah mulai berubah dengan memanfaatkan moda daring sebagai modanya, sehingga berbagai budaya kehidupan ekonomi berbasis luring sudah mulai tersingkir oleh keberadaan daring.

Masyarakat sudah mulai terbiasa melakukan transaksi ekonomi dengan memanfaatkan perangkat digital. Perubahan bisa dilihat dari transaksi keuangan yang menggunakan mobile apps sebagai basisnya.

Terberangusnya pemanfaatan alat trasportasi luring oleh alat transportasi daring. Tergantikannya petugas pintu parkir dan tol dengan perangkat nontunai. Perubahan dominasi mall atau pasar tradisional menjadi marketplace atau toko on line. Perubahan pada berbagai ranah kehidupan akan terus berlangsung sejalan dengan berputarnya waktu pada era Revolusi Industri 4.0.

Informasi terbaru, berbagai kantor pelayanan dari berbagai bank sudah mulai mengalami penutupan karena keberadaannya sudah tidak produktif dan efektif dalam memberi pelayanan terhadap nasabah. Bahkan bukan itu saja, penutupan kantor pelayanan tersebut diikuti dengan penghentian operasional ATM pada berbagai lokasi.

Penutupan kedua elemen transaksi ekonomi keuangan tersebut dilatari oleh revolusi industri 4.0 yang di antaranya mengarah pada penggantian teknologi lama dengan teknologi terbaru. Belum lagi, pandemi Covid-19 telah memicu percepatan elemen masyarakat untuk memanfaatkan berbagai kemudahan pemanfaatan perangkat digital dalam dalam berbagai kegiatan kehidupan, termasuk transaksi ekonomi.

Berangkat dari fenomena yang terjadi dalam ranah ekonomi tersebut, pertanyaan yang menyeruak adalah terkait dengan eksistensi guru dalam ranah pendidikan. Akankah guru pun perannya tergantikan dengan perangkat digital yang dimanfaatkan oleh masyarakat, terutama siswa.

Pertanyaan tersebut menyeruak karena di sisi lain, dalam berkonsultasi kesehatan atau berkonsultasi hukum, masyarakat sudah mulai memanfaatkan aplikasi pada perangkat digital yang mereka miliki. Posisi profesi kesehatan dan hukum pun ter-disrupsi dengan berbagai kanal aplikasi pada perangkat digital.

Fenomena yang hampir mirip dengan kenyataan seperti di atas bahwa saat ini, guru bukanlah menjadi satu-satunya sumber belajar (learning resources).

Sumber belajar adalah berbagai sumber, baik berupa data, orang, atau wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar sehingga mempermudah mereka dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu.

Salah satu sumber belajar yang dapat dimanfaatkan oleh siswa dalam mengekplorasi pengetahuan adalah internet perangkat digital sebagai alatnya.

Pada moment pandemi Covid-19 dengan mawajibkan pembelajaran menggunakan pola PJJ, terlihat jelas guru-guru yang memiliki jiwa-jiwa inovatif dan kreatif mampu secara cepat mengatasi permasalahan pembelajaran dan pembimbingan yang dihadapinya.

Di tengah minimnya pengalaman melaksanakan pembelajaran dengan moda daring, para guru dengan sangat cepat mengubah haluan pola pembelajaran dari pola PTM menjadi pola PJJ.

Merujuk pada tugas dan fungsi utamanya, guru memiliki peran sebagai tutor, resource linkers, fasilitator, gate keepers, dan catalyst. Dalam kapasitas sebagai tutor, guru memiliki tugas sebagai pemberi bimbingan belajar terhadap seluruh siswa pada mata pelajaran yang diampunya.

Sebagai seorang resource linkers, guru memosisikan diri menjadi penghubung atas sumber daya yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran. Berkenaan dengan fasilitator, guru berada pada posisi penyedia kebutuhan pembelajaran yang dilakukan setiap siswanya.

Dalam posisi gate keepers, guru menempatkan diri sebagai penyeleksi materi yang dianggap penting dan esensial untuk dipahami siswa dalam pembelajaran yang dilaksanakannnya.

Sedangkan sebagai catalyst, seorang guru merupakan sosok yang menjadi agen perubahan sehingga pembelajaran yang dilakukannya akan bermanfaat bagi kehidupan masa depan siswa.

Melihat tugas fungsi yang dipikulnya, posisi guru benar-benar sangat strategis dalam upaya mengarahkan setiap siswanya agar dapat melaksanakan pembelajaran. Dari sisi materi pelajaran, siswa dapat dengan mudah mengeksplorasi pengetahuan dari berbagai kanal pada internet.

Namun, berbagai kanal yang tersedia pada internet tersebut tidak dengan serta-merta bermanfaat bagi penguatan dan pengembangan kompetensinya, sehingga membutuhkan saringan yang di antaranya dilakukan oleh para guru.

Tidak semua informasi yang bertengger pada berbagai kanal tersebut memiliki relevansi dengan arah pelaksanaan pembelajaran, sehingga dalam konteks ini, peran guru sebagai gate keepers ilmu atau pengetahuan sangat dibutuhkan.

Berkenaan dengan kenyataan tersebut, kekhawatiran akan tergerusnya peran guru di tengah kehidupan ini bisa terbantahkan. Masuknya pada era kehidupan ini, dimungkinkan lebih mengukuhkan sosok guru sebagai profesi yang dapat memanfaatkan perangkat digital untuk melaksanakan pembelajaran.

Sekalipun demikian, guru harus benar-benar memanfaatkan posisinya sebagai tutor, resource linkers, fasilitator, gate keepers, dan catalyst dalam upaya mengarahkan siswa agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

(Dadang A. Sapardan | Kabid Pengembangan Kurikulum, Disdik Kab. Bandung Barat)

** Disdikkbb-DasARSS